www.Hypersmash.com

Rabu, 23 Juni 2010

Misteri Gadis Tengah Malam

Bab 1



SEJAK tadi suara itu mengganggunya. Suara seorang

perempuan yang penuh desah kemanjaan itu, seakan

memanggil Norman beberapa kali. Dahi Norman berkerut,

hatinya bimbang dengan pendengarannya. Menurutnya, tak


mungkin ada perempuan yang memanggilnya di tengah

malam.

Norman sengaja melupakan suara itu. Ia mendengar

langkah kaki di depan kamarnya, tapi ia tahu itu langkah kaki

Susilo, teman satu pondokan. Ia bergegas membuka pintu

kamarnya dan memanggil Susilo yang hendak masuk ke

kamar sebelah.

"Sus... jam berapa ini?" tanya Norman.

"Setengah satu kurang," jawab Susilo sambil membetulkan

celananya. Agaknya ia habis dari kamar mandi untuk buang

air. Susilo justru berkata, "Kau sendiri kan punya arloji, masa'

masih tanya aku?"

"Arlojiku mati! Eh, sebentar, Sus!" Norman keluar dari

kamarnya, tidak sekadar melongokkan kepala. Ia mendekati

Susilo yang berdiri di ambang pintu kamarnya sendiri. Dengan

nada herbisik Norman bertanya,

"Sus, kau tadi waktu ke kamar mandi melihat ada

perempuan di sekitar sini?"

"Maksudmu?" Susilo berkerut dahi.

"Aku mendengar suara perempuan di samping kamar, la

seakan memangil-manggil aku."

"Perek. mungkin!" jawab Susilo seenaknya. Norman hanya

mendesah.

"Aku serius, Sus. Dari tadi aku tidak bisa tidur karena

mendengar suaranya."

Susilo berpikir sejenak, tubuhnya bersandar pada kusen

pintu. Seingatnya, waktu ia ke kamar mandi, ia tidak melihat

sekelebat manusia. Pondokan itu sepi. Maklum sudah lewat

tengah malam. Beberapa mahasiswa yang kost di situ

kebanyakan sudah tidur. Kalau toh ada, mereka pasti di dalam

kamar menekuni bukunya.

"Menurutku, kau hanya terngiang-ngiang cewekmu saja,"

kata Susilo.

"Maksudmu, Arni? Ah, suara Arni tidak seperti itu."


"Kalau begitu, kau hanya mendengar suara hatimu saja.

Halusinasi! Ah, ngapain repot-repot memikirkan suara, kau

kan bukan penata rekaman!"

Susilo masuk, menutup kamarnya. Norman mengeluh

dalam desah napas tipis. Ia berhenti sejenak ketika mau

masuk ke kamarnya. Matanya memandang sekeliling. Oh,

pondokan itu amat sepi. Lengang. Denni yang biasanya masih

memutar kaset sampai jauh malam, kali ini agaknya sudah

tidur. Lampu di kamarnya telah padam. Lampu-lampu di

kamar lain pun padam. Hanya ada dua kamar yang lampunya

masih menyala, kamar Mahmud dan kamar Tigor. Mungkin

mereka sedang menekuni materi ujiannya untuk besok.

Tengkuk kepala meremang lagi, Norman bergidik.

Badannya bergerak dalam sentakan halus. Karena, ketika ia

masuk ke kainar dan hendak menutup pintu, ia mendengar

suara perempuan dalam desah kemanjaan yang

memanggilnya.

"Normaaan...! Normaaan...."

Lampu kamar Norman sengaja diredupkan. Ia menyalakan

lampu biru 10 watt sejak tadi. Menurut kebiasaannya, tidur

dengan nyala lampu biru yang remang-remang membuat

kesejukan tersendiri dalam hatinya. Namun, kali ini, kesejukan

itu tidak ada. Yang ada hanya kegelisahan dari kecamuk hati

yang terheran-heran atas terdengarnya suara panggilan itu.

Angin malam lewat. Desaunya terasa menerobos dari

lubang angin yang ada di atas jendela kamar. Suara itu

terdengar lagi setelah dua menit kemudian.

"Normaaan...! Datanglah...!"

Dengan berkerut-kerut dahi, Norman bangkit dari

rebahannya. "Suara itu seperti berada di luar jendela," pikir

Norman. Kemudian, ia mendekati pintu jendela. Ingin

membuka jendela, tetapi ragu. Hatinya berkata, "Tidak

mungkin ada perempuan di luar jendela. Dari mana ia masuk?

Pintu pagar dikunci. Tidak mungkin ia memanjat pagar. Kalau

memang ada perempuan yang memanjat pagar, itu nekat

namanya."


Kemudian, telinga Norman agak ditempelkan pada daun

jendela. Tapi yang didengar hanya suara desau angin,

gemerisik dedaunan. Kamar Norman memang kamar paling

ujung dari sederetan kamar kost-kostan itu. Di samping

kamar, di seberang jendela itu, adalah sebidang tanah yang

biasa dipakai olah raga. Ada lapangan bulu tangkis, dan meja

ping-pong yang jika malam begitu dalam posisi miring,

menempel dinding kamar Norman. Tanah yang merupakan

fasilitas olah raga itu dikelilingi oleh pagar tembok. Pada

bagian atas pagar diberi kawat berduri sebagai penolak tamu

tak diundang. Di seberang pagar tembok itu ada pohon

rambutan milik tetangga belakang pondokan. Sebagian daun

dan dahan pohon itu menjorok ke halaman pondokan, dan

meneduhkan bagi mereka yang bermain pingpong jika siang

hari.

Norman sudah tiga menit lebih berdiri di depan jendela,

tetapi .....


Untuk lebih lengkapnya download di sini.

0 comments:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda di sini :)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | blogger mura
Ping Blog Ping your blog HyperSmash