www.Hypersmash.com

Sabtu, 06 Juni 2009

Menengok Bahasan Psikolinguistik

Menengok Bahasan Psikolinguistik


Hakikat Psikolinguistik

Subpokok bahasan di atas telah membahas topik awal yang sangat penting dalam bab pengantar terhadap kajian psikolinguistik, yakni hakikat psikolinguistik. Pada pembahasan tersebut, dikemukakan sejumlah definisi psikolinguistik yang diberikan para ahli. Meskipun beragam, namun semua definisi secara umum merujuk kepada kajian bahasa dalam sudut pandang psikolog.

Selain itu, untuk mempermudah Anda dalam memahami hakikat psikolinguistik, pada bagian selanjutnya telah disajikan konsep-konsep yang berkait dengan psikolinguistik. Pembahasan antara lain meliputi telaah singkat mengenai tata bahasa dan fungsinya dalam pemahaman dan produksi kalimat; dikotomi performasi dan kompetensi; struktur dan fungsi kalimat.

Struktur dan fungsi kalimat dibahas secara lebih terperinci, mengingat inilah pokok yang akan menjadi kajian dalam keseluruhan rangkaian modul ini. Dalam pembahasan struktur kalimat juga dibahas struktur lahir dan cara-cara penggabungannya. Kemudian, dalam bidang fungsi kalimat, dibahas berbagai hal berkaitan dengan tindak tutur, isi proposisi dan struktur tema dalam kalimat.

Nah, kini marilah kita melihat ruang lingkup dan signifikansi psikolinguistik pada sub-pokok bahasan kedua.




Ruang lingkup dan Signifikasi Psikolinguistik dalam Pengajaran Bahasa

Pada pembahasan di atas, disajikan pendapat para ahli mengenai lingkup yang menjadi ranah kajian psikolinguistik. Sama halnya dengan definisi, pada lingkup kajian pun, dijumpai keragaman rumusan. Meskipun demikian, semuanya merujuk kepada hal yang sama, yakni bagaimana manusia memahami bahasa, memproduksi bahasa dan bagaimana mereka memperoleh kedua kemampuan tersebut.

Pemahaman dapat didefinisikan dalam dua sudut pandang: dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam arti sempit pemahaman berarti proses mental untuk menangkap bunyi-bunyi yang diujarkan seorang penutur untuk membangun sebuah interpretasi mengenai apa yang dia anggap dimaksudkan oleh si penutur, sedangkan dalam arti luas, hasil interpretasi tersebut digunakan untuk melakukan tindakan-tindakan yang relevan.

Produksi sering diidentikkan dengan berbicara, meskipun produksi juga mencakup menulis. Dalam berbicara, juga menulis, seorang penutur melakukan dua jenis kegiatan, yaitu merencanakan dan melaksanakan yang meliputi tatar wacana, tatar kalimat, tatar konstituen, program artikulasi dan artikulasi. Terakhir, pada bagian yang ketiga, dibahas signifikasi dan sumbangan-sumbangan yang dapat dan telah diberikan psikolinguistik bagi pengajaran bahasa. Dalam bagian ini dibahas dua aliran psikologi dan sejumlah pendekatan yang dilandasi teori-teori pemerolehan bahasa.

2
Aliran-aliran Pemikiran dalam Psikolinguistik

Pada subpokok bahasan ini, kita telah membahas sejumlah konsep pendapat-pendapat para teorisi mengenai bagaimana seseorang memahami dan merespons terhadap apa-apa yang ada di alam semesta ini. Kita telah berbicara mengenai pandangan-pandangan kaum mentalis dan kaum bahavioris, terutama dalam kaitan dengan keterhubungan antara bahasa, ujaran dan pikiran. Menurut kaum mentalis, seorang manusia dipandang memiliki sebuah akal (mind) yang berbeda dari badan (body) orang tersebut. Artinya bahwa badan dan akal dianggap sebagai dua hal yang berinteraksi satu sama lain, yang salah sati di antaranya mungkin menyebabkan atau mungkin mengontrol peristiwa-peristiwa yang terjadi pada bagian lainnya. Dalam kaitan dengan perilaku secara keseluruhan, pandangan ini berpendapat bahwa seseorang berperilaku seperti yang mereka lakukan itu bisa merupakan hasil perilaku badan secara tersendiri, seperti bernapas atau bisa pula merupakan hasil interaksi antara badan dan pikiran. Mentalisme dapat dibagi menjadi dua, yakni empirisme dan rasionalisme.

Kedua pendapat ini pun memiliki pandangan-pandangan yang berbeda dalam memahami persoalan gagasan-gagasan batin atau pengetahuan. Semua kaum mentalis bersepakat mengenai adanya akal dan bahwa manusia memiliki pengetahuan dan gagasan di dalam akalnya. Meskipun demikian, mereka tidak bersepakat dalam hal bagaimana gagasan-gagasan tersebut bisa ada di dalam akal. Apakah gagasan-gagasan tersebut seluruhnya diperoleh dari pengalaman (pendapat kaum empiris) atau gagasan-gagasan tersebut sudah ada di dalam akal sejak lahir (gagasan kaum rasional). Bahkan di dalam kedua aliran ini pun, terdapat perbedaan pendapat yang rinciannya akan kita bahas nanti.

Kemudian, diketengahkan pembahasan mengenai empirisme. Dalam kaitan ini telah dibahas kenyataan bahwa kata empiris dan empirisme telah berkembang menjadi dua istilah yang memiliki dua makna yang berbeda. Setelah itu, dibahas pula isu lain yang mengelompokkan kaum empiris, yakni isu yang berkenaan dengan pertanyaan apakah gagasan-gagasan di dalam akal manusia yang membentuk pengetahuan bersifat universal atau umum di samping juga bersifat fisik.

Pada bagian selanjutnya, telah dibahas pendapat-pendapat kaum behavioris, antara lain pendapat-pendapat John B. Watson, pendiri behaviorisme. Watson menganggap bahwa kesadaran merupakan tahayul-tahayul radius yang tidak relevan terhadap studi psikologi. Watson mengatakan bahwa keyakinan pada adanya kesadaran berkaitan dengan keyakinan masa-masa nenek moyang mengenai tahayul. Magis-magis senantiasa hidup. Konsep-konsep warisan masa praberadab ini telah membuat kebangkitan dan pertumbuhan psikologis ilmiah menjadi sangat sulit. Kriteria Watson dalam menentukan apakah sesuatu itu ada atau tidak ada adalah berdasarkan apakah hal tersebut dapat diamati atau tidak dapat diamati.

Selain itu telah pula diketengahkan pendapat behaviorisme epifenomenal. Sebagian besar bahavioris setelah Watson menganut materislisme, yakni yang doktrin dasarnya adalah bahwa hanya ada satu hal di dalam semesta ini yaitu materi. Pendapat ini merupakan pendapat yang sangat ekstrim. Mereka merumuskan posisi mereka bahwa pada umumnya tidak ada penolakan terhadap keberadaan akal. Meskipun demikian, dalam praktiknya mereka tidak berbeda dari Watson, sebab tidak ada seorang pun pendukungnya yang mendukung studi mengenai akal. Banyak di antara mereka mengambil pandangan epifenomenal yang menyatakan bahwa akal ada, tetapi hanya merupakan salah satu refleksi dari proses-proses badaniah yang tidak mempengaruhi peristiwa-peristiwa di dalam badan. Sebagian behavioris lain mengambil pandangan reduksionis. Mereka memberikan kemungkinan kepada akal untuk tegak berdiri, seperti badan, tetapi mereka meyakini apa pun yang terjadi di akal akal juga terjadi di dalam badan. Pendapat ini berbeda dengan epifenomenal yang berpendapat bahwa badan merupakan realitas utama. Dengan mengambil posisi ini seseorang meyakini bahwa untuk mengetahui akal harus melalui studi mengenai badan maka tidak ada keperluan untuk mempalajari akal. Dengan demikian, sisi akal menjadi ciut dan tinggallah badan.

Dalam subpokok bahasan kedua ini telah dibahas hal-hal berikut: daya-daya akal dan alat pemerolehan bahasa, isi dan operasi alat pemerolehan bahasa, dan argumen-argumen Chomsky bagi alat pemeroleh bahasa. Dalam kaitan dengan daya akal dan APB, Chomsky menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan akal yang berisi pengetahuan batin yang berkait dengan sejumlah bidang yang berbeda-beda. Salah satu sari pengetahuan tersebut berkait dengan bahasa. Chomsky menyebut pengetahuan batin yang berkait dengan bahasa ini sebagai language acquisition device atau yang lebih populer sebagai LAD, yang dalam modul disebut sebagai alat pemeroleh bahasa atau APB. Chomsky berpendapat bahwa daya-daya dalam bidang yang berbeda yang disebut di atas, relatif mandiri satu sama lain. Artinya tidak saling berkait. Bahkan dalam kaitan dengan pemerolehan bahasa, Chomsky berpendapat bahwa bagi pemerolehan bahasa, pengetahuan batin saja sudah cukup dan pengetahuan matematis serta pengetahuan logika tidak diperlukan dalam kegiatan ini.

Dalam hubungannya dengan isi dan operasi APB, Chomsky membagi isi APB menjadi tiga kelompok, yakni gagasan substantif; gagasan formal, dan gagasan-gagasan yang oleh Steinberg disebut sebagai gagasan-gagasan konstruktif.

Masing-masing dari ketiga jenis gagasan ini akan dirinci disertai contoh-contoh seperlunya. Gagasan-gagasan substantif adalah gagasan-gagasan yang muncul dalam sejumlah relasi atau dijalankan oleh sejumlah operasi, misalnya ciri-ciri fonetis, ciri-ciri sintaktik, dan ciri-ciri semantik.

Pada bagian akhir subpokok bahasan diketengahkan argumen-argumen yang dikemukakan Chomsky dalam mempertahankan APB yang tertuang dalam bentuk empat argumen, yakni (1) keunikan tata bahasa, (2) data masukan yang tidak sempurna, (3) ketidakselarasan intelegensi, dan (4) kemudahan dan kecepatan pemerolehan bahasa anak.

Keterkaitan antara bahasa, Pikiran dan Ujaran

Pembahasan pada sub pokok bahasan di atas meliputi keterkaitan antara bahasa, pikiran dan uraian. Pembahasan difokuskan pada anggapan-anggapan kaum behavioris mengenai keterkaitan antara bahasa dengan pikiran, yang kemudian diikuti oleh argumen-argumen yang menentang anggapan tersebut. Namun, untuk kepentingan modul ini, hanya dua anggapan yang paling penting yang disajikan. Dua anggapan lainnya hanya disarikan dan disajikan secara singkat pada bagian akhir pembahasan. Anggapan-anggapan bahwa:(1) bahasa merupakan landasan bagi pikiran, (2) bahasa merupakan landasan utama bagi pikiran, (3) bahasa mempengaruhi pandangan, persepsi, dan pemahaman manusia mengenai dunia di sekelilingnya serta mengenai budaya tempat ia hidup memiliki argumen argumen yang kurang kuat. Bukti-bukti bahwa anak-anak yang belum bisa berbicara telah mampu memahami ujaran orang yang berbicara kepadanya, kenyataan bahwa orang tuli dapat memberi respons yang memadai terhadap orang yang berinteraksi dengannya, dan kenyataan bahwa multibahasawan hanya memiliki satu keyakinan dan pandangan hidup, serta kenyataan bahwa orang-orang yang memiliki bahasa yang sama memiliki persepsi yang berbeda mengukuhkan kelemahan argumen tersebut.

Proses pemahaman dan Produksi Bahasa

Pada subpokok bahasan ini telah dibahas proses produksi dan pemahaman bahasa. Pada bagian terdahulu dikemukakan kelemahan model-model sintaksis yang dianut oleh Chomsky dan kawan-kawannya. Kemudian, pembahasan diakhiri dengan alternatif orientasi penjelasan yang berdasarkan analisis semantik. Setelah itu disajikan alasan-alasan serta contoh analisis yang berdasarkan semantik dalam produksi bahasa. Terakhir disajikan sebuah ilustrasi proses produksi bahasa lengkap dengan definisi tahap-tahap proses yang terlibat.

Pada bagian kedua disajikan penjelasan mengenai pemahaman bahasa. Pada bagian ini pun diajukan alternatif penjelasan berdasarkan sudut pandang proses analisis semantik. Alasan-alasan serta contoh-contoh proses pemahaman dikemukakan pada bagian selanjutnya. Terakhir barulah dikemukakan satu ilustrasi analisis berdasarkan semantik terhadap sebuah kalimat sederhana.

Namun, perlu diingat bahwa model yang dikemukakan masih sangat sederhana dan baru pada tahap awal perkembangannya. Para psikolinguis masih harus berusaha keras untuk mendapatkan model yang eksplisit untuk menjelaskan proses produksi dan pemahaman bahasa.


PEMEROLEHAN BAHASA

Hakikat, Permasalahan dan Tahap-tahap Pemerolehan Bahasa Pertama

Dalam subpokok bahasan ini telah dibahas sejumlah topik dasar mengenai pemerolehan bahasa. Pertama, definisi bahasa telah disajikan pada awal subpokok bahasan. Definisi yang dikemukakan oleh Ellis dan definisi yang dikemukakan oleh Krashen yang mewakili dua definisi yang berbeda telah dengan tepat dibahas pada awal pembahasan. Dengan demikian, hakikat pemerolehan yang berbeda dengan belajar telah Anda pahami sejak awal.

Pada bagian selanjutnya, permasalahan yang lazim dijumpai pada saat seseorang mengkaji kegiatan pemerolehan bahasa dan penelitian dalam bidang ini telah pula dibahas dengan memadai. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi masalah kesinambungan/ketidak-sinambungan perkembangan, kebatinian/kelahiriahan bahasa, dan kesenjangan antara pemahaman dengan produksi bahasa.

Bagian akhir subpokok bahasan ini digunakan untuk memaparkan urutan perkembangan pemerolehan bahasa, cara analisisnya serta interpretasinya. Pembahasan dimulai dengan paparan mengenai ujaran awal, ujaran satu kata, kemudian ujaran dua kata dan kombinasi tiga kata serta cara memahami dan menganalisisnya.

Kini bersiap-siaplah untuk mengerjakan tes formatif 1 untuk menguji hasil belajar Anda pada subpokok bahasan ini.

Pemerolehan Bahasa Kedua

Dalam subpokok bahasan ini telah dibahas sejumlah model dalam teori pemerolehan bahasa kedua. Pembahasan telah meliputi model-model Akulturasi, Akomodasi, Wacana, Keragaman Kemampuan, dan Monitor. Model-model yang disebutkan lebih dulu hanya dibahas secara selintas, sedangkan model monitor dibahas secara mendalam.

Model Monitor, yang didasarkan atas lima hipotesis yang dikemukakan Krashen (Pemerolehan-belajar, Urutan Alamiah, Input, Monitor, dan Saringan Afektif) dianggap memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan dengan model-model lainnya. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa model ini tidak memiliki kelemahan. Sejumlah kritik telah dikemukakan para ahli mengenai hal tersebut.

Pada bagian akhir subpokok bahasan ini telah pula diketengahkan sebelas hipotesis mengenai pemerolehan bahasa kedua. Modul ini telah menggunakan buku Rod Ellis secara esktensif karena itu, untuk memperdalam pengetahuan Anda, akan sangat baik Anda juga turut membaca buku tersebut. Kini selamat mengerjakan tes formatifnya.


BAHASA SEBAGAI SISTEM KOGNITIF DAN PENDEKATAN KOGNITIF TERHADAP BAHASA

Hakikat Bahasa sebagai Sistem Kognitif serta Model Kognitif sebagai Perspektif dalam Psikolinguistik

Pada subpokok bahasan di atas telah dibahas dua bagian besar yang diharapkan dapat memberikan gambaran kepada Anda mengenai bahasa sebagai sistem kognitif, pendekatan kognitif dan bahasa sebagai sistem komunikasi.

Pada bagian awal telah disajikan paparan mengenai definisi kognitif dan model kognitif sebagai pendekatan dalam psikolinguistik. Di dalam paparan tersebut, Anda menemukan penjelasan mengenai kelebihan-kelebihan bahasa atas kemampuan lain manusia dalam menopang kehidupan manusia. Kemampuan manusia dalam memahami dan menyimak ribuan bahkan jutaan kata dalam kehidupannya serta hakikat kemampuan tersebut akan disinggung secara garis besar pada pembukaan sub pokok bahasan ini.

Kemudian, juga akan dibahas bagaimana bahasa memainkan peranannya dalam komunikasi dengan manusia lain. Paparan ini akan meliputi ciri-ciri utama bahasa manusia seperti yang tercermin dalam definisi-definisi bahasa. Hakikat bahasa sebagai sistem vokal, kemanasukaan bahasa, dan fungsi komunikatifnya telah diuraikan agak mendalam dalam bagian ini. Bahasa sebagai sebuah sistem terstruktur memulai pembahasan, kemudian diikuti oleh pembahasan bahasa sebagai lambang bunyi. Pada bagian tersebut dibahas, bahwa bahasa bukanlah bunyi yang sembarangan dan caka, melainkan terstruktur secara rapi sehingga bunyi-bunyi yang tidak terangkai menurut sistem fonologis sebuah bahasa umumnya sulit untuk dikenali oleh penutur asli bahasa tersebut. Pada bagian selanjutnya pembahasan dikembangkan pada pembahasan mengenai, iapasa sebagai lambangnya bunyi vokal. Dalam pembahasan ini di bahas bahwa hanya bunyi-bunyi tertentu saja yang tergolong pada bunyi bahasa. Kemudian, pembahasan diakhiri dengan membahas bahasa sebagai sistem komunikasi berdasarkan keterikatan antara ciri-ciri generik tindak komunikasi, ciri-ciri konteks komunikasi dan pemilihan ragam bahasa yang cocok untuk tindak komunikasi bahasa tersebut.

Proses Pemahaman dan Produksi Bahasa

Pada subpokok bahasan kedua, Anda telah mendapatkan penjelasan mengenai kreativitas bahasa dan kaidah-kaidah yang mengaturnya. Pada satu sisi, bahasa memiliki sifat kreatif dan lentur, di sisi lain bahasa juga memiliki kaidah-kaidah yang membatasi kreativitas dan kelenturan tersebut. Sudah bisa Anda duga bahwa paparan dalam bagian ini akan sangat menarik bagi Anda. Secara garis besar, paparan ini meliputi ciri-ciri bahasa manusia yang berkaitan dengan ciri kreativitas bahasa, seperti ketidakterikatan pada rangsangan luar maupun rangsangan dalam, keterikatan ungkapan bahasa manusia dengan situasi penggunaannya, dan kemampuan sebuah bahasa dalam menghasilkan kosakata baru dalam upaya mewadahi temuan-temuan baru dalam konteks budaya tempat bahasa tersebut digunakan.

Selanjutnya sub pokok bahasan ini berkaitan dengan kaidah-kaidah yang mengatur pembentukan ungkapan-ungkapan kebahasaan. Dalam perjalanan Anda membaca nanti, Anda akan mulai memahami mengapa meskipun manusia memproses jutaan kata-kata dan ungkapan-ungkapan baru, keasingan ungkapan-ungkapan baru ini tidak terasa dan tidak tersadari.

Pada bagian kedua dari sub pokok bahasan ini, telah dibahas relevansi teori kognitif dan teori perkembangan kognitif dengan pengajaran bahasa. pembahasan akan dimulai dengan upaya-upaya awal ke arah penggunaan teori kognitif Piaget ke dalam pengajaran bahasa serta penilaian mengenai ketetapannya. Kemudian, diikuti oleh pendekatan Taylor dan Taylor yang mengemukakan pendekatan proses komputer dalam menjelaskan proses kognitif manusia serta keterkaitannya dengan belajar bahasa.

KETERKAITAN PSIKOLINGUISTIK DENGAN PENGAJARAN BAHASA

Model-model keterkaitan antara bahasa, kognitif dan Sosial dan Peranan Pengajaran

Pada subpokok bahasan ini telah dibahas dua hal penting sekaitan dengan pembahasan mengenai pemerolehan bahasa kedua, yakni pembahasan mengenai keterkaitan antara kognitif, bahasan dan sosial dan peranan pengajaran formal dalam kegiatan pemerolehan bahasa. Melalui pembahasan tersebut, sub pokok bahasan ini telah berhasil menegaskan kembali fungsi kemampuan kognitif, fungsi kemampuan berbahasa dan fungsi seseorang. Dengan demikian, apa yang telah Anda pelajari pada Modul 5 dapat Anda lihat kaitannya dengan pengajaran bahasa yang akan segera Anda pelajari pada sub pokok bahasan berikut. Mari kita ringkaskan kembali pada yang Anda telah pelajari pada sub pokok bahasan ini.

Pada bagian awal telah disajikan tiga model keterkaitan antara faktor-faktor bahasa, kognitif dan sosial. Sekaitan dengan itu, telah diketengahkan tiga model utama, yakni: model reduksionis, model interaksionis dan model terpadu. Ketiga model ini menjadi landasan penelitian dan pemahaman peranan dan keterkaitan faktor kognitif, faktor bahasa, dan faktor sosial dalam komunikasi bahasa. Kelebihan dan kelemahan masing-masing model juga telah dibahas secara umum dalam bagian ini.

Pada bagian selanjutnya, telah dibahas mengenai peranan pengajaran formal dalam proses pemerolehan bahasa. Pendapat-pendapat para ahli dalam bidang ini dikemukakan dan dibahas. Kemudian juga disajikan berbagai hasil kajian dalam bidang ini. Pendapat-pendapat tersebut terangkum dalam tiga aliran utama: aliran lintascara, aliran non-lintascara, dan aliran keragaman.

Aliran pertama, yakni aliran lintascara, berpendapat bahwa belajar dapat berkembang menjadi pemerolehan, dan sebaliknya pemerolehan dapat kemudian dilanjutkan dengan belajar. Di lain pihak, aliran non-lintascara berpendapat bahwa pemerolehan tidak dapat berkembang menjadi belajar, dan begitu pun sebaliknya. Pemerolehan dan belajar merupakan dua hal yang berbeda. Terakhir, aliran keragaman beranggapan bahwa pembelajar memiliki pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing dan sesuai dengan jenis dan karakteristik bahan ajar yang dipelajari: Meskipun demikian, ketiga aliran ini beranggapan bahwa pengajaran formal hanya dapat membantu mempercepat pemerolehan dan bukan menentukan hasil pemerolehan.

2 comments:

Unknown mengatakan...

artikel anda sebenarnya bagus...jangan-jangan menjiplak punya orang lain yah.soalnya aku pernah baca artikel serupa...sama persis pula.

Indra Saputra mengatakan...

yupz, boleh nyedot dr wikped ^_^

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda di sini :)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | blogger mura
Ping Blog Ping your blog HyperSmash