Anak Investasi Masa Depan
(Refleksi Hari Anak Nasional)
Oleh: Sismanto, M.Pd.
PADA 23 Juli merupakan hari istimewa bagi anak Indonesia. Karena tanggal itu ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional. Berbagai kegiatan digelar untuk menumbuhkan kreativitas anak-anak Indonesia.
Peran aktif dari si anak dalam proses belajarnya berdasar minat dan kemampuannya. Aanak berinisiatif dan bergerak aktif untuk mengeksplorasi langsung lingkungannya dengan menggunakan benda-benda konkret yang dekat dengan kehidupannya.
Untuk itulah, strategi utama bagi pembelajaran anak, yaitu bermain. Mungkin bagi orang dewasa, bermain masih sering diartikan sebagai kegiatan yang membuang-buang waktu. Padahal, sesungguhnya itu adalah sarana terbaik bagi seorang anak untuk belajar secara aktif dan menyenangkan.
Sebab, tidak bisa dipungkiri bahwa anak sebagai penerus bangsa masih belum mendapat perhatian yang memadai dari masyarakat, terutama dalam pendidikan.
Kebiasaan orangtua bahwasanya anak hanya mendengar, dan tidak untuk didengar dan tidak jarang ada pemaksaan terhadap anak. Orangtua memaksakan anaknya untuk ikut kegiatan yang sebenarnya tidak diminati anak. Misalnya, anak dipaksa mengikuti les berbagai mata pelajaran, les tari, musik sampai ikut kursus model. Artinya, anak harus mengikuti ambisi dan keinginan orangtuanya, sehingga praktis masa sosialisasi dan keceriaan dunia anak terganggu.
Mereka jarang dapat menyalurkan kreativitasnya sesuai dengan dunianya. Selain itu, sering terjadi diskriminasi terhadap hak anak, khususnya dalam menentukan pendidikan.
Anak merupakan amanat Sang Pencipta pada orangtua, keluarga dan masyarakat. Ia harus dibimbing dan dipelihara sebagai aset masa depan. Wajah masa depan sebuah negara dapat dilihat dari bagaimana kualitas anak-anak masa kini.
Yang namanya anak tidak sebatas anak kecil saja, tetapi juga remaja bahkan dewasa sepanjang mereka masih menjadi bagian dari tanggung jawab orang tuanya (belum menikah).
Permasalahan anak bukan permasalahan sepele karena menyangkut tanggung jawab kepada Allah SWT. Anak sebagai ujian bagi kedua orangtuanya sekaligus sebagai anugerah penerus keturunan dan tabungan kebaikan manakala orang tuanya sudah meninggal.
Orangtua terkadang tidak begitu memahami bahwa anak adalah makhluk aktif yang tengah dalam penjelajahan mencari dunianya. Ia membutuhkan pemandu agar ia tidak salah dalam memilih jalan hidupnya. Pemandu itu tidak lain adalah orangtua dan para pendidik (guru).
Karena itu, orang tua ataupun guru, sebagai pendidik, perlu memahami bagaimana cara menumbuhkembangkan anak, serta memahami teknik bagaimana berinteraksi dengan anak yang sesuai norma dan akidah yang fleksibel dengan tuntutan zaman.
Mendidik anak bukanlah sebuah prosedur khusus atau sebuah kursus dengan kurikulum tertentu yang menjadikan anak sebagai peserta wajibnya. Jika cara pandangnya seperti itu, perlakuan kita kepada anak menjadi tidak manusiawi lagi. Anak harus tumbuh sesuai keinginan orangtua, sehingga kreativitasnya terhambat.
Interaksi antara anak dan guru sangat penting. Guru hendaknya merespons dengan cepat dan langsung pada kebutuhan, keinginan, dan pesan anak. Menyesuaikan respons terhadap perbedaan gaya dan kemampuan anak.
Guru juga harus memberi banyak kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi, memfasilitasi keberhasilan anak menyelesaikan tugas berupa dukungan, perhatian, kedekatan fisik dan dorongan.
Orang dewasa paham bahwa anak belajar melalui trial and error dan bahwa kesalahpahaman anak mencerminkan perkembangan berpikirnya.
Guru harus memperhatikan tanda-tanda anak yang stres dan tahu cara membantu anak menghadapinya. Selain itu, guru juga perlu membagi pengetahuannya tentang perkembangan anak, pemahaman, dan sumber daya yang ada sebagai bagian dari komunikasi rutin sewaktu pertemuan dengan orangtua.
Orangtua merupakan pihak yang tepat dan bertanggung jawab untuk membagi dalam mengambil keputusan untuk anaknya, tentang apa yang berguna untuk anak dan pendidikannya.
Anak adalah investasi masa depan kita. Lantas, mengapa kita tidak mempersiapkan cara yang tepat dalam pendidikan anak-anak kita dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakatnya.
Sebagai orangtua, ajarilah anak bagaimana berpikir terlebih dahulu dan termenung berpikir bukan melamun sebelum melakukan aktivitas yang akan dikerjakannya. Orang Amerika dan Jepang terkenal dalam hal ini, mereka lebih banyak berbicara planning daripada action.
Dengan membiasakan anak berpikir terlebih dahulu sebelum melakukan suatu hal. Kelak anak akan membiasakan diri untuk mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
Tugas orangtua tidak hanya terbatas pada memberi nafkah saja, tetapi juga mencakup tanggung jawab pendidikan secara luas, termasuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Semoga di masa depan kita menemukan malaikat-malaikat yang kita tanam dan kita jualah yang akan memetik hasilnya.
* Guru SD YPPSB PT Kaltim Prima Coal Sangatta
Kamis, 22 Juli 2010
Anak Investasi Masa Depan
2:11 AM
Indra Saputra
No comments
0 comments:
Posting Komentar
Tinggalkan komentar anda di sini :)