www.Hypersmash.com

Jumat, 18 Mei 2012

Contoh PTK Mengenalkan Bahasa Inggris pada Anak TK


PENERAPAN METODE NATURAL APPROACH  UNTUK MENGENALKAN BAHASA INGGRIS  DALAM MEMINTA DAN MEMBERI INFORMASI TENTANG IDENTITAS DIRI PADA ANAK TK KELOMPOK B


Oleh WAHYU KUSUMA DEWI S.Pd.Ing


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
A.1. Latar Belakang Masalah
Seiring dengan berjalannya era globalisasi, pergaulan antar bangsa semakin erat, baik itu di bidang politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Hal ini menjadikan kehidupan manusia semakin terbuka, dan di dalam keterbukaan itu kualitas sumber daya manusia menjadi kunci keberhasilan. Semakin terbuka suatu bangsa akan semakin banyak keuntungan yang akan diperoleh, baik dalam investasi sektor fisik maupun investasi  pendidikan. Dengan semakin meningkatnya frekuensi hubungan antar bangsa, Bahasa Inggris sebagai bahasa pergaulan amat sangat dibutuhkan. Sebagai bahasa internasional, Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta budaya. Kemampuan dalam berkomunikasi secara utuh adalah kemampuan berwacana yaitu kemampuan memahami atau menghasilkan teks baik secara lisan maupun tulis, Huebener ( 1969:9 )
Kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris merupakan kemampuan yang paling sulit untuk diajarkan dan dipelajari, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya sumber belajar yang memadai, kemampuan dan energi dari pihak pengajar. Selain itu percakapan yang sebenarnya dalam Bahasa Inggris  sulit diciptakan di dalam kelompok  karena waktu untuk mengembangkan percakapan  di dalam kelompok  terbatas. Anak kurang berlatih berbicara menggunakan Bahasa Inggris secara teratur dan berkesinambungan baik di dalam maupun di luar kelompok  juga merupakan faktor penghambat kelancaran berbicara dalam Bahasa Inggris, hal ini disebabkan kurangnya penguasaan kosa kata Bahasa Inggris, pola dan struktur kalimat serta tekanan ( control of stress ) pada kata dan ungkapan yang digunakan.
Beberapa faktor di atas bukanlah sebuah masalah yang serius jika guru mau memahami sumber masalah dan secara kreatif mencari solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pengembangan kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris seorang guru diharapkan bisa memancing anak untuk berbicara secara bebas dan spontan sehingga anak menjadi terbiasa untuk berbicara dalam Bahasa Inggris baik di dalam kelompok  maupun di luar kelompok .
Kesulitan  mengenal Bahasa Inggris juga banyak ditemui oleh anak kelompok  B TK Tunas Bhakti III Bawen. Ketika guru mengenalkan Bahasa Inggris secara lisan hanya beberapa anak yang mau mengikuti dan mengulang kata atau frasa yang diucapkan oleh guru. Terlebih ketika guru meminta anak untuk merespon pertanyaan tentang identitas diri dalam Bahasa Inggris  banyak anak yang menghindar dan enggan mengerjakannya. Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk memilih metode Natural Approach agar anak dapat berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan mengenalkan Bahasa Inggris. Disamping itu dengan menggunakan metode Natural Approach yang berupa permainan tukar peran ( role play ) dengan media bola berjalan ( talking ball ), anak diharapkan mampu memahami ujaran dan mampu mengungkapkan identitas diri  mereka tanpa rasa canggung dan takut salah.
A.2. Identifikasi Masalah
Pada saat guru memberi pertanyaan secara lisan dalam Bahasa Inggris yang berkaitan dengan materi bertanya dan menjawab mengenai identitas diri banyak anak yang pasif dan tidak mau merespon, terlebih ketika guru meminta anak menanyakan tentang identitas diri dan meresponnya di depan kelompok  banyak anak menghindar dan enggan untuk melakukannya.
Setelah melihat keadaan proses pembelajaran yang tergambarkan seperti di atas, peneliti mengadakan diskusi dengan teman sejawat untuk membantu mengidentifikasi kekurangan dan penyebab terjadinya masalah tersebut. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
  1. Kurangnya sumber belajar yang memadai, kemampuan dan energi dari pihak pengajar.
  2. Percakapan yang sebenarnya dalam Bahasa Inggris  sulit diciptakan di dalam kelompok TK B  karena tingkat pemahaman mereka yang sangat terbatas..
  3. Anak kurang berlatih berbicara menggunakan Bahasa Inggris secara teratur dan berkesinambungan baik di dalam maupun di luar kelompok .
  4. Kurangnya penguasaan kosa kata Bahasa Inggris, pola dan struktur kalimat serta kontrol tekanan (control of stress) pada kata dan ungkapan yang digunakan.
  5. 5. Anak enggan dan takut berbicara karena tidak berani mengambil resiko kesalahan berbahasa ( Risk taking behaviour )
A.3. Analisa Masalah
Dari berbagai masalah yang ditemukan saat berlangsungnya proses pembelajaran, peneliti melakukan refleksi diri dan berdiskusi dengan teman sejawat sehingga dapat dianalisa bahwa rendahnya keaktifan anak dalam berbicara dengan bahasa Inggris dan kurangnya konsentrasi  anak adalah sebagai berikut :
  1. Guru kurang memberi motivasi anak untuk lebih aktif berbicara  menggunakan Bahasa Inggris baik di dalam kelompok  maupun luar kelompok .
  2. Guru kurang bervariasi dalam metode pembelajaran berbicara.
  3. Pada saat tanya jawab guru memberi pertanyaan yang terlalu sulit dipahami oleh anak
  4. Pengelolaan dan penguasaan kelompok  kurang maksimal karena guru tidak memberi kesempatan anak untuk bergerak dan mempraktekkan berbicara Bahasa Inggris dengan teman tanpa tekanan (alamiah).
  5. 5. Anak enggan dan takut berbicara karena tidak berani mengambil resiko kesalahan berbahasa ( Risk taking behaviour )
Sehingga dari berbagai penyebab di atas dapat disimpulkan bahwa masalah yang harus segera diatasi adalah :
  1. Guru kurang memotivasi agar anak lebih aktif menggunakan Bahasa Inggris secara lisan.
  2. Pengelolaan dan penguasaan kelompok  kurang maksimal, karena guru tidak memberi kesempatan kepada anak untuk bergerak dan mempraktekkan dialog dengan teman secara alamiah tanpa tekanan.
  3. Suasana kelompok  yang kurang menyenangkan menambah anak semakin takut mengambil resiko kesalahan berbahasa ( risk taking behaviour )
Selanjutnya peneliti mencari alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi masalah tersebut di atas. Tindakan yang peneliti lakukan adalah :
  1. Menggunakan komunikasi dan pendekatan kepada anak yang lebih akrab dan hangat agar anak merasa nyaman dan santai di dalam kelompok .
  2. Memilih metode Natural Approach yang berupa game untuk menciptakan suasana kelompok  speaking tanpa rasa tegang dan cemas.
Kedua tindakan ini peneliti laksanakan sesuai dengan teori – teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli yang nanti akan diulas pada Bab II dan Bab IV.
B. PERUMUSAN MASALAH
Dengan melihat uraian masalah seperti tersebut di atas, perumusan masalah yang menjadi fokus perbaikan adalah sebagai berikut :
" Apakah penerapan metode natural approach  bisa untuk mengenalkan identitas diri dalam bahasa inggris  pada anak kelompok B TK  Tunas Bhakti III Kelurahan Bawen  Kecamatan Bawen tahun pelajaran 2008 / 2009?”
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah  :
  1. Tujuan secara umum adalah untuk meningkatkan keaktifan respon anak menggunakan Bahasa Inggris dalam memberi dan meminta identitas diri.
  2. Tujuan secara khusus adalah untuk mendiskripsian metode Natural Approach yang berupa game dalam meningkatkan keaktifan berbicara menggunakan Bahasa Inggris bagi anak TK B.
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat praktis  yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1 . Bagi anak :
  1. Meningkatkan keaktifan anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris tanpa rasa tegang dan cemas.
  2. Meningkatkan motivasi anak bahwa berbicara menggunakan Bahasa Inggris adalah mudah dan menyenangkan.
  3. Membantu anak menjadi percaya diri ( confidence ) dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris dengan berani mengambil resiko kesalahan berbahasa ( risk taking behaviour ).
2 . Bagi Guru :
  1. Membantu guru untuk mengatasi kepasifan anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris memilih kegiatan yang tidak memaksa dan mengancam
  2. Sebagai pendorong bagi guru agar dapat merefleksi diri untuk menemukan kegiatan dan metode pembelajaran yang lebih variatif dan efektif.
  3. Sebagai referensi dan acuan apabila ada diantara pendidik sedang menghadapi permasalahan pembelajaran yang sama seperti peneliti hadapi.
 3 . Bagi Sekolah :
  1. Menujudkan visi, misi dan tujuan sekolah
  2. Memajukan prestasi sekolah dalam mata pelajaran Bahasa Inggris
  3. Meningkatkan mutu  sekolah


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
I. Pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak.
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik, serta merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Untuk itu pembelajaran bahasa juga membantu peserta didik mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat bahkan menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya.
Pengenalan Bahasa Inggris Taman Kanak–Kanak  bertujuan untuk mengembangkan kompetensi komunikasi dalam bentuk lisan secara terbatas untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks anak. Selain itu pembelajaran Bahasa Inggris bagi anak – anak (tingkat pemula) bertujuan agar mereka memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Inggris untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global. Peserta didik pada tingkat pemula adalah mereka yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengetahuan sedikitpun mengenai bahasa sasaran sebelumnya (Brown, 2000). Sehingga sebagai pendidik yang mengajarkan bahasa Inggris pada anak – anak (tingkat pemula) diperlukan pengetahuan mengenai karakteriball umum peserta didik agar dapat memilih materi dan metode yang tepat, sehingga dengan materi dan metode tersebut peserta didik dapat memahami aturan – aturan (rules) bahasa yang dipelajari, berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar, dan menghubungkan materi dengan pengalaman dan kehidupannya sendiri (Cunningsworth,1995).
Beberapa pendidik sangat menikmati mengajar Bahasa Inggris pada anak – anak, namun tidak sedikit yang menjadi frustasi dan merasa gagal. Para pendidik yang berhasil mengajar Bahasa Inggris pada anak–anak, adalah mereka yang memahami karakter anak sebagai sebuah KEKUATAN bukan kelemahan. Secara umum karakter anak adalah sebagai berikut (onestopenglish.com, 2006):
Dalam mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Inggris pada anak – anak dengan berbagai karakteriball seperti yang tersebut di atas, peranan guru sangatlah penting. Menurut Richards dan Rogers, (2001:28), peranan guru dalam pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua adalah sebagai berikut:
Dengan berbagai peranan guru seperti disebutkan di atas, pada dasarnya guru harus bersikap proaktif dan peduli pada ketuntasan pembelajaran anak didik baik dalam penguasaan keterampilan komunikasi secara lisan maupun tulis..
Dalam pengembangan kemampuan berbicara dalam Bahasa Inggris sebagai salah satu kompetensi yang wajib dikuasai anak, Huebener (1996: 9) mengungkapkan bahwa peran guru sangat penting dalam memberikan kesempatan bagi anak untuk menggunakan Bahasa Inggris baik di dalam maupun di luar kelompok . Seorang guru juga harus kreatif dalam memberikan sumber belajar dan terus memperhatikan perkembangan anak dalam menggunakan Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi lisan. Untuk itu guru perlu memilih  berbagai kegiatan yang menyenangkan bagi anak sehingga  memaksimalkan keaktifan berbicara anak.
II. Penerapan metode Natural Approach dalam meningkatkan keaktifan berbicara anak
Pada dasarnya bahasa adalah alat untuk berkomunikasi, menyampaikan maksud atau makna dan alat untuk menyampaikan pesan. Menurut Krashen (1994:46) pembelajaran bahasa hanya dapat berlangsung dengan cara memahami pesan yang disampaikan melalui comprehensible input, yakni bahasa atau pesan yang bisa dipahami oleh seseorang yang belajar bahasa. Sehingga bahasa atau pesan dapat dipahami melalui bantuan–bantuan gestures, situasi–situasi tertentu, latar belakang pengetahuan tertentu dan penggunaan informasi extralinguall lainnya.
Krashen dan Terrel sebagai pencetus the Natural Approach memandang communication sebagai fungsi utama bahasa. Karena pendekatan ini berfokus pada pengajaran kemampuan berkomunikasi, maka the Natural Approach menolak metode – metode pengajaran bahasa yang memandang grammar sebagi komponen utama dari suatu bahasa.
Dalam belajar bahasa keadaan emosi anak atau sikap anak merupakan alat penyaring ( filter ) yang mencegah mereka menggunakan input yang ada dalam lingkungannya, Krashen (1994:45). Untuk meminimalkan fungsi the affectve filter, kegiatan belajar anak harus terpusat pada kegiatan komunikasi yang bermakna bukan pada tata bahasanya. Input yang diberikan kepada anak harus menarik sehingga tercipta lingkungan kelompok  yang kondusif.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan metode Natural Approach guru memainkan tiga peran utama, sebagai berikut :
  1. Guru sebagai sumber utama penyedia comprehensible input dalam bahasa sasaran. Guru diharuskan bisa menyediakan waktu yang banyak untuk memberikan input bahasa dengan berbagai macam bantuan seperti isyarat – isyarat sehingga anak bisa menafsirkan input yang diberikan.
  2. Guru berperan sebagai pencipta suasana kelompok  yang menarik dan santai serta ramah sehingga akan meminimalkan terjadinya affective filter dalam belajar. Untuk meminimalkan terjadinya affective filter ini, guru tidak memaksa anak untuk berbicara di dalam kelompok  sebelum mereka siap untuk berbicara;guru tidak mengoreksi kesalahan yang dibuat anak; dan guru memberikan bahan pelajaran yang sesuai dengan minat anak.
  3. Guru berperan sebagai penanggung jawab dan pemilih, mengumpulkan dan merancang materi pelajaran dan kegiatan kelompok  yang beraneka ragam untuk digunakan dalam kelompok . Dalam memilih bahan pelajaran tidak hanya dipilih berdasarkan persepsi guru semata akan tetapi juga harus mempertimbangkan minat dan kebutuhan anak, disamping guru juga harus memilih situasi atau kegiatan yang tepat untuk penyajian materi tertentu.
Sedangkan peran anak dalam pembelajaran dengan metode Natural Approach menurut Bambang Setiadi,dkk (2004; 4.7) dapat dilihat dari tahap – tahap sebagai berikut:
  1. Tahap pre-production, anak berpartisipasi dalam kegiatan kelompok  tanpa harus memberikan respon atau berbicara selain bahasa asing yang dipelajari. Kegiatan seperti ini misalnya dengan cara memperagakan atau menunjukkan perintah, ungkapan atau gambar – gambar yang diceritakan guru.
  2. Tahap early- production , anak diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan sederhana yang diajukan oleh guru. Jawaban anak terdiri dari satu kata atau satu frase pendek.
  3. Tahap speech-emergent, anak sudah terlibat dalam kegiatan bermain peran (role play) dan permainan (games)
B. KERANGKA BERPIKIR
Dari uraian di atas mengenai dasar pemilihan penerapan metode Natural Approach dalam mengenalkan identitas diri dalam Bahasa Inggris, dapat diambil pokok–pokok pikiran sebagai berikut: pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua pada anak TK harus mengintegrasikan kemampuan komunikasi secara lisan maupun dengar, dan peranan guru sangat krusial dalam menentukan metode, strategi, materi dan kegiatan yang mendukung ketuntasan belajar anak. Disamping itu perlunya komunikasi dan pendekatan yang hangat dan akrab agar tercipta suasana belajar yang santai dan menyenangkan, khususnya akan memicu keaktifan anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris untuk mengungkapkan identitas diri.
Penerapan metode Natural Approach merupakan salah satu strategi guru dalam mengatasi kesulitan belajar anak dengan upaya mengaktifkan anak untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris serta menciptakan suasana belajar yang alami dan menyenangkan. Berdasarkan kajian teori tersebut dan kerangka berfikir di atas, diduga melalui penerapan metode Natural Approach dapat meningkatkan keaktifan berbicara menggunakan Bahasa Inggris dalam bertanya dan menjawab pertanyaan tentang identitas diri anak kelompok  TK B TK Tunas Bhakti III Bawen.
C. HIPOTESIS TINDAKAN
Secara umum tindakan yang dilakukan dalam penerapan Metode Natural Approach memberi kesempatan pada anak untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris  di dalam kelompok  secara alamiah dan menyenangkan  tanpa ada unsur paksaan.
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir di atas, diduga bahwa melalui penerapan metode Natural Approach dapat mengenalkan Bahasa Inggris untuk bertanya dan menjawab pertanyaan tentang identitas diri anak kelompok  B TK Tunas Bhakti III Bawen.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting  Penelitian
Penelitian tindakan kelompok  ini dilaksanakan di kelompok  B TK Tunas Bhakti III Bawen Kab. Semarang tahun pelajaran 2008/2009 pada kegiatan pengenalan Bahasa Inggris tentang identitas diri. Adapun waktu pelaksanaan penelitian adalah  siklus I dilaksanakan pada tanggal 21 Juli 2008 dengan alokasi waktu 15 menit.  Adapun siklus II dilaksanakan pada tanggal 28 Juli 2008 dengan alokasi waktu 15 menit.
B. SUBJEK PENELITIAN
Penelitian tindakan kelompok  dilakukan pada anak kelompok  kelompok  B TK Tunas Bhakti III Bawen  yang berjumlah 27 anak, terdiri dari 12 anak (laki – laki) dan 15 siswi (perempuan) . Orang tua anak 60 % bekerja sebagai petani 20 % sebagai buruh pabrik dan selebihnya sebagai wiraswasta. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebanyakan dari mereka berasal dari keluarga menengah ke bawah.
Dari latar belakang orang tua seperti tersebut di atas, dapat dimaklumi bahwa tingkat kepedulian maupun daya dukung finansial dari orang tua belum mencukupi. Apalagi menyangkut fasilitas belajar anak, mereka seolah tidak peduli dengan kebutuhan belajar anak karena sebagian besar orangtua mempunyai paradigma bahwa kemajuan pendidikan anak mereka sepenuhnya menjadi tanggung jawab sekolah.
C. SUMBER DATA
Penelitian ini memperoleh data langsung dari observasi dan pengamatan langsung. Data diperoleh dan dikumpulkan dari hasil kegiatan  anak yang diambil dengan memberikan tugas berbicara ( speaking ) kepada anak. Situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakannya tindakan diambil dengan menggunakan lembar observasi. Selanjutnya, data yang telah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif.
D. TEKNIK dan ALAT PENGUMPULAN DATA
Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelompok  pada sub pokok bahasan mengenalkan diri dalam Bahasa Inggris, digunakan tehnik pengumpulan data observasi. Teknik observasi yang dilakukan adalah mengamati keaktifan anak dalam mengikuti kegiatan pengenalan dan dalam menjawab pertanyaan – pertanyaan pancingan secara lisan yang diberikan guru.
E. VALIDASI DATA dan INSTRUMEN
Sebelum tugas berbicara ( speaking ) diberikan, terlebih dahulu dilakukan validasi untuk mendapatkan bahan yang valid. Tes validasi yang dilakukan adalah validasi isi (content validity). Sebuah tugas maupun tes dikatakan mempunyai validasi isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi (isi pelajaran) atau kurikulum (Warkitri et. al., 1990).
Hasil belajar anak  dievaluasi secara langsung setelah penjelasan terperinci dan jelas tentang cara untuk meminta atau memberi informasi tentang identitas diri,  dengan memberi tugas tukar peran ( role play ) dengan permainan bola berjalan (talking ball).
F. ANALISIS DATA
Data dikumpulkan dari hasil tugas berbicara yang diberikan pada anak, baik pretes maupun postes pada setiap siklus. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis deskriptif komparatif, yaitu membandingkan prosentase keaktifan anak serta pemahaman materi antar siklus. Sebagai kelengkapan data diatas dilakukan pula kegiatan wawancara/ interview terutama yang berhubungan dengan tanggapan anak terhadap pembelajaran dengan metode natural approach yang berupa permainan tukar peran (role play) dengan media bola berjalan (talking ball) dalam kuesioner yang diisinya.
G. INDIKATOR KINERJA
Setelah melihat keaktifan anak untuk melaksanakan tugas  bercakap – cakap ( berdialog ) untuk meminta atau memberi informasi untuk mengenalkan diri ( identitas diri ) dalam Bahasa Inggris yang hanya mencapai 7%, maka Indikator kinerja yang  ditargetkan bertolak dari pengalaman hasil tugas sebelumnya adalah sebesar 15%.
H. PROSEDUR PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan penerapan metode Natural Approach yang berupa permainan tukar peran (role play) dengan media bola berjalan (talking ball) yang terdiri dari 2 siklus. Adapun langkah – langkah yang diambil dalam tiap siklusnya adalah: perencanaan (planning), tindakan (actingobserving) dan refleksi (reflecting). ), pengamatan (
1. Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan:
  1. Mengidentifikasi masalah dan perumusan masalah dengan meminta bantuan dari teman sejawat.
  2. Membuat rencana perbaikan pembelajaran yang berisi langkah – langkah pembelajaran
  3. Merancang alat  observasi sebagai panduan dalam mengamati pelaksanaan proses perbaikan
  4. Merancang alat  evaluasi yang berupa pertanyaan dan penugasan serta menyiapkan lembar penilaian.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebagai berikut :
  1. Guru mengidentifikasi anak yang hadir dan memberikan informasi pada hasil penilaian pada proses awal sebelum perbaikan.
  2. Guru melakukan apresepsi tentang kegiatan pembelajaran.
  3. Guru memberikan pertanyaan lisan siapa yang mau pergi Ke Amerika ?
  4. Guru menyajikan sebuah dialog dengan bantuan boneka tangan (sebagai tahap pre-production).
  5. Selanjutnya anak mendengarkan contoh kalimat yang diucapkan guru dan menirukan kalimat – kalimat yang diucapkan guru serta mencoba menjawab pertanyaan – pertanyaan sederhana dari guru (sebagai tahap early -production).
  6. Anak terlibat dalam kegiatan role play (bermain peran) dengan teman sebangku untuk mempraktekkan percakapan yang telah dipelajari (sebagai tahap speech-emergent)
c. Proses Pengamatan
Pengamat mengamati jalannya proses pembelajaran dan perhatian guru dipusatkan pada kegiatan guru dalam memotivasi anak untuk aktif berbicara dengan metode Natural Approach Pengamat mencatat semua temuan pada saat proses pembelajaran dan hasil penugasan yang diberikan pada anak.
Dari hasil pengamatan diperoleh temuan :
  1. Guru sudah melakukan apresepsi tentang materi pelajaran.
  2. Kegiatan pembelajaran dengan metode Natural Approach yang diberikan guru untuk meningkatkan keaktifan berbicara anak sudah memperhatikan peran anak mulai tahap awal, yaitu pre-production, early production dan speech–emergent.
  3. Anak sudah terlihat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran dan terlibat aktif pada tahap pembelajaran yang dilakukan.
d. Proses Refleksi
Setelah melaksanakan proses perbaikan pada siklus I, diperoleh refleksi sebagai berikut:
  1. Guru belum memberikan peran sebagai pencipta suasana kelompok  yang santai dan menarik secara optimal, sehingga belum meminimalkan terjadinya affective filter anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris.
  2. Beberapa anak masih canggung dan enggan untuk mempraktekkan percakapan dengan teman sebangku (Role Play).
  3. Guru belum memilih kegiatan kelompok  yang menarik minat dan motivasi anak untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris.
1. Pelaksanaan Siklus II
a. Perencanaan:
  1. Mengidentifikasi masalah dan perumusan masalah dengan meminta bantuan dari teman sejawat.
  2. Membuat rencana perbaikan pembelajaran yang berisi langkah – langkah pembelajaran
  3. Merancang alat  observasi sebagai panduan dalam mengamati pelaksanaan proses perbaikan
b. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan perbaikan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebagai berikut :
  1. Guru mengidentifikasi anak yang hadir dan memberikan informasi pada hasil penilaian pada proses awal sebelum perbaikan.
  2. Guru melakukan apresepsi tentang kegiatan pembelajaran.
  3. Guru memberikan pertanyaan lisan berkaitan perkenalan dengan orang asing.
  4. Guru menyajikan sebuah dialog dengan bantuan boneka tangan (sebagai tahap pre-production).
  5. Selanjutnya anak mendengarkan contoh kalimat yang diucapkan guru dan menirukan kalimat – kalimat yang diucapkan guru serta mencoba menjawab pertanyaan – pertanyaan sederhana dari guru (sebagai tahap early -production).
  6. Anak terlibat dalam kegiatan role play (bermain peran) dengan teman sekelompok  untuk mempraktekkan percakapan yang telah dipelajari (sebagai tahap speech-emergent) yang dipadukan dengan game talking ball (permainan bola berjalan).
c. Proses Pengamatan
Pengamat mengamati jalannya proses pembelajaran dan perhatian guru dipusatkan pada kegiatan guru dalam memotivasi anak dengan memberikan permainan tongakat berjalan. Pengamat mencatat semua temuan pada saat proses pembelajaran dan hasil penugasan yang diberikan pada anak.
Dari hasil pengamatan diperoleh temuan :
  1. Guru sudah melakukan apresepsi serta penyampaian materi dengan jelas dan terperinci.
  2. Guru sudah memberikan peran sebagai pencipta suasana kelas  yang santai dan menarik secara optimal, sehingga sudah meminimalkan terjadinya affective filter anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris
  3. Anak sudah terlihat antusias dalam melakukan bermain peran dengan menggunakan permainan bola berjalan.
d. Proses Refleksi
Setelah melaksanakan proses perbaikan pada siklus I, diperoleh refleksi sebagai berikut:
  1. Anak terlihat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
  2. Setelah guru berperan sebagai pencipta suasana kelas  yang santai dan menarik dengan komunikasi dan pendekatan yang hangat dan akrab pada anak,  anak mulai merasa percaya diri dan antusias dalam proses pembelajaran.
  3. Peran anak pada tahap speech-emegent dengan permainan talking ball terlibat secara aktif dimana terlihat anak mampu berbicara tanpa ada rasa cemas dan takut salah (risk taking behaviour)
  4. Secara garis besar proses pebaikan pembelajaran siklus II sudah berhasil karena terlihat dari keaktifan anak dalam berbicara semakin meningkat.
Dengan melihat hasil perbaikan pada siklus I dan siklus II dapat dinyatakan bahwa hipotesis yang telah dirumuskan terbukti kebenarannya.

BAB IV
HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A.  KONDISI AWAL
Dari hasil  evaluasi melalui pemberian tugas melakukan percakapan dalam pengembangan kemampuan berbicara menggunakan Bahasa Ingggris dalam bertanya dan menjawab tentang identitas diri  bagi anak kelompok  B, keaktifan anak masih sangat rendah. Hal ini terlihat ketika guru melakukan apresepsi tentang pembelajaran berbicara untuk meminta dan memberi informasi tentang identitas diri secara verbal, banyak anak yang mengeluh tidak paham dan terlihat enggan untuk mengikutinya. Begitu pula ketika guru berusaha untuk memberi pertanyaan – pertanyaan sederhana secara lisan untuk memancing keaktifan anak, mereka tetap enggan untuk mengangkat tangan dan menjawab pertanyaan guru. Hanya ada dua anak yang berusaha menjawab pertanyaan namun jawaban yang diberikan tidak menggunakan bahasa asing yang dipelajari.
Setelah guru selesai menyajikan sebuah percakapan dengan media boneka, guru meminta anak untuk menirukan percakapan tersebut.. Setelah itu guru meminta anak untuk mempraktekkan percakapan yang telah dipelajari secara individu, banyak anak yang melakukannya dengan setengah hati dan kurang serius. Bahkan ketika guru meminta anak untuk menyajikan dialog tersebut secara lisan di depan kelompok , hanya ada dua anak yang mau maju ke depan kelompok . Itupun memerlukan waktu yang relatif lama untuk membujuk dan mereka menyajikan dialog dengan suara pelan dan datar tanpa pemahaman dan penekanan yang tepat pada kata (control of stressing).
B. PEMBAHASAN
1.  SIKLUS  I
Melihat kondisi awal yang demikian, perlu dilaksanakan  perbaikan pembelajaran pada siklus I . Penerapan metode Natural Approach dalam upaya perbaikan pembelajaran sesuai dengan pernyataan bahwa pola interaksi kelompok  merujuk kepada situasi dan kondisi tempat berlangsungnya proses pedagogik-komunikatif yang saling mengaksi dan mereaksi antar guru, pembelajar, materi dan metode dalam konteks kelompok  (Rassyid, 1997). Selain itu itu pengajaran kemampuan berbicara menggunakan bahasa asing seharusnya bersifat informal, alamiah dan berlangsung karena adanya keinginan kuat, kebutuhan yang nyata dan motivasi dari pihak anak sendiri (Giddings, 1992).
Dari hasil refleksi siklus I diketahui bahawa guru sudah berusaha memberi solusi  penerapan metode Natural Approach untuk meningkatkan keaktifan anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris untuk mengundang dan merespon undangan. Namun dari hasil pengamatan terhadap guru terdapat temuan bahwa guru belum memberikan peran sebagai pencipta suasana kelompok  yang santai dan menarik secara optimal, sehingga belum meminimalkan terjadinya affective filter anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Selain itu Guru belum memilih kegiatan kelompok  yang menarik minat dan motivasi anak untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Sedangkan dari pengamatan terhadap anak terdapat temuan bahwa beberapa anak masih canggung dan enggan untuk mempraktekkan percakapan dengan teman sebangku (Role Play).
Setelah diadakan perbaikan pembelajaran pada siklus I, diperoleh prosentase rata – rata keaktifan berbicara anak dengan lancar dan percaya diri mencapai 37%. Hal ini terlihat meningkat dari prosentase keaktifan berbicara sebelumnya yang hanya mencapai prosentase 7%. Ini berarti ada kenaikan prosentase rata – rata keaktifan anak 30%. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbaikan pembelajaran pada siklus I cukup berhasil, meskipun hasilnya belum optimal.
2. SIKLUS  II
Kemampuan berbicara menggunakan Bahasa Inggris merupakan pengembangan kemampuan yang paling sulit untuk diajarkan dan dipelajari, Huebener (1969:9). Dalam upaya mengatasi kesulitan belajar dan mengajarkan kemampuan berbicara tersebut hendaknya anak dikondisikan belajar dalam situasi yang santai dan menyenangkan, Canale&Swain (Gonzalez:1998). Teori tersebut semakin memperkuat tekat penulis untuk menerapkan metode Natural Approach dengan melakukan kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan.
Pada siklus I hasil refleksi menemukan kekurangan pada pengamatan terhadap guru, yaitu guru belum berperan secara optimal sebagai pencipta suasana kelompok  yang santai dan menarik, sehingga belum meminimalkan terjadinya affective filter anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris. Selain itu Guru belum memilih kegiatan kelompok  yang menarik minat dan motivasi anak untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris.
Dengan menerapkan metode Natural Approach yang memaksimalkan peran anak pada tahap speech-emergent, yakni dengan memilih kegiatan role play dengan permainan talking ball akan lebih meningkatkan keaktifan  anak dalam mengembangkan kemampuan berbicara. Hal ini terlihat dari hasil belajar pada siklus II sudah memuaskan. Pada siklus II jumlah anak kelompok  B yang aktif berbicara menggunakan Bahasa Inggris untuk menjawab pertanyaan tentang identitas diri  dengan lancar dan percaya diri  semakin meningkat. Dari 27 anak ada 21 anak yang mampu berbicara menggunakan Bahasa Inggris untuk meminta dan memberi informasi tentang identitas diri secara lancar dan percaya diri. Sehingga prosentase keaktifan berbicara mencapai 77,7%.
3. ANTAR SIKLUS
Keaktifan berbicara anak  dievaluasi secara langsung dalam kegiatan role play dengan menggunakan permainan talking ball. Sedangkan penilaian akhir  juga diberikan dengan memberikan soal  baik secara lisan maupun tertulis.  Adapun hasil dari penyelesaian tugas tersebut  dapat terlihat dari statiball nilai rata- rata kelompok  sebelum dan sesudah perbaikan pembelajaran. Berikut adalah tabel statiball nilai tersebut.
Table I
Statiball Prosentase Keaktifan Anak Sebelum Dan Sesudah Perbaikan
Statiball
Sebelum perbaikan
Perbaikan siklus I
Perbaikan siklus II
Anak yang aktif
2
10
21
Jumlah anak
27
27
27
Prosentase keaktifan
7%
37%
77,7%
Dari deskrispi dan pembahasan hasil belajar tiap siklus, dapat dibandingkan bahwa peningkatan keaktifan maksimal pada anak dalam kemampuan berbicara menggunakan Bahasa Inggris khususnya dalam meminta dan memberi informasi tentang identitas diri, diperoleh pada perbaikan pembelajaran siklus II. Penerapan metode Natural Approach yang berupa role play dengan permainan bola berjalan (talking ball)  yang menarik dan menyenangkan dapat memotivasi anak untuk berbicara menggunakan Bahasa Inggris tanpa ada unsur paksaan dan tekanan.
Grafik berikut ini juga menunjukkan peningkatan prosentase keaktifan anak dalam berbicara menggunakan Bahasa Inggris mulai dari pembelajaran awal sampai perbaikan pembelajaran siklus II.
Grafik 1
Perkembangan Prosentase Keaktifan Berbicara anak VIII D

C. KESIMPULAN PENELITIAN
Berdasarkan perlakuan yang telah diterapkan pada anak serta mencermati  perbandingan hasil belajar pada siklus I dan siklus II dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan metode Natural Approach degan memilih kegiatan role play dan permainan talking ball mengoptimalkan pengenalan Bahasa Inggris pada anak TK B dalam meminta dan memberi informasi tentang identitas diri.


BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melihat uraian dari Bab I sampai dengan Bab III dan dari penelitian serta pembahasan dalam Bab IV, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
Dengan menerapkan metode Natural Approach, pengenalan Bahasa Inggris untuk meminta dan memberi informasi tentang identitas diri  bagi anak kelompok  TK B dapat berjalan dengan baik..
B. SARAN
Para pendidik atau guru yang sedang menghadapi kesulitan belajar anak seperti yang peneliti alami  dapat  menerapkan strategi berikut ini :
  1. Guru seharusnya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan agar proses pengenalan berbicara dalam bahasa asing dapat berlangsung secara informal, alamiah dan berkelanjutan  karena adanya keinginan kuat, kebutuhan yang nyata dan motivasi dari pihak anak sendiri.
  2. Guru dapat menggunakan metode yang bervariasi dan media yang menarik dalam pengenalan berbicara dalam Bahasa Inggris.
  3. Guru harus melibatkan partisipasi aktif anak dalam proses pengenalan berbicara dalam Bahasa Inggris.
Untuk lebih menguji kebenaran penelitian ini diperlukan penelitian lebih lanjut. Semoga laporan ini bermanfaat sebagai referensi dan acuan apabila ada diantara pendidik yang menemui permasalahan pembelajaran seperti yang peneliti alami.
Tabel 2
Minat Anak  dalam pengenalan Bahasa Inggris
Kelompok B
Nama
Awal
Perbaikan I
Perbaikan II
Adam Maulana
K
C
B
Adityan
K
B
B
Alfiano Aldo
C
B
B
Andhika
K
C
C
Andriko
K
C
C
Ardiani Dewi
K
C
B
Ari Erdiansyah
C
B
B
Deki Zulfahan
C
B
B
Dion Agung
K
B
B
Ella Nur
K
C
C
Fatma Ayu
K
B
B
Hidayah Kusuma
K
C
C
Ihtiyar Yulfa Mei
K
C
B
Ismail Abdul Azis
B
B
B
Lala Cyndi
K
B
B
Lutfia
K
B
B
Firdaus Akbar
K
B
B
M Budi Nugroho
K
C
B
Mawar Kurnia
K
C
C
Meta Anjasari
K
C
C
Nisa A
K
C
B
Reynaldi
K
C
B
Rizky Ita
K
C
B
Siti Fatima
K
C
B
Sri Fajar Utami
K
C
B
Sufi Anisa
K
C
C
Sulis N
K
C
C
Ket.:
K         = Kurang aktif
C         = Cukup aktif
B

6 comments:

Anonim mengatakan...

ditunggu posting tentang ptk b.ing lainya sob. Tks

ICAH BANJARMASIN mengatakan...

Pengenalan sejak dini memang perlu tuh bang,sebab zaman semakin berkembang dan maju..hee

Indra Saputra mengatakan...

@Anonim sip2 terus pantau aja boss :)

Indra Saputra mengatakan...

@ICAH BANJARMASIN iya benar sekale itu sob, biar ntar ga ada kata takut lagi belajar bahasa ingris saat memasuki bangku sekolah dasar dst.

WA mengatakan...

maju terus pendidikan Indonesia !

Bahasa Inggris Anak mengatakan...

Bagus postinganya mas

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda di sini :)

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | blogger mura
Ping Blog Ping your blog HyperSmash